Skinpress Demo Rss

Pengen dapet duit dari internet?

Sabtu, 21 November 2009

Keyakinan yang Gugur

Sedih dan kecewa. Rasa yang tak perlu ada di hatiku waktu itu. Waktu yang hampir pudar dari ingatan. Waktu yang telah lama terlewati. Waktu yang tak perlu dikenang, namun sukar terlupakan. Waktu itulah yang telah mengajarkanku akan arti sebuah keikhlasan dan kesabaran hati. Seharusnya aku sadar akan keadaan diriku. Seharusnya aku tidak memaksakan semuanya atas kehendakku. Seharusnya, aku lebih sabar menunggu ini semua. Ternyata aku belum siap untuk semua ini. Aku telah salah melangkah untuk ini semua.

Pahitnya kesendirian yang sedang kurasakan saat itu, membuatku telah memaksakan kehendakku untuk tidak sendiri lagi. Aku memohonkan diriku untuk dianugerahi seorang teman khusus, kekasih hati maksudnya. Aku terus mencoba dan berusaha. Namun, tak kudapati apapun. Bukan kekasih hati yang kudapatkan, melainkan teman dan sahabat. Aku hanya bisa menunggu dan berharap. Tidak kurang dari enam tahun aku menanti dan hanya berakhir hampa.

Aku mulai bosan dengan itu semua. Tumbuh keyakinan yang terus mengeras dalam hatiku. “Aku harus mendapatkan seorang kekasih, harus!” Sehingga akhirnya, semangatku serasa membakar seluruh tubuh. Aku yakin akan kemampuanku saat itu. Kemampuan untuk menghadapi seluruh resiko yang nantinya akan mungkin kualami saat permohonanku terjawab. Keyakinan itu membuatku mengharuskan untuk permohonanku terjawab. Terjawab secepatnya. “Semua akan baik-baik saja, akan kuatasi semuanya seorang diri, apapun itu.” Itulah seruan hatiku.

Ternyata keyakinan hati yang luar biasa dapat mempercepat terjawabnya permohonan. Pelajaran yang kudapatkan saat itu. Bahagia hatiku tak kuasa kugambarkan. Kekasihku sangat sempurna, hilang sudah sunyi dan gundah dalam hatiku. Sekarang aku bersama kasihku, aku bersama cintaku. Kuucap selamat tinggal pada kesendirian dan selamat datang pada hari-hari yang indah. Mentari bersinar begitu cantik kurasakan, lebih cantik dari sebelumnya. Pagi hari semenjak semua itu, kurasakan begitu sejuk. Tiada hari-hari kulewati tanpa senyum dan tawa.

Tapi, sejak waktu itu, dalam hidupku mulai berlaku “Tak ada sesuatu yang abadi di dunia.” Aku mulai merasakan ujian-ujian cinta. Jalanku yang tadinya mulus dan nyaman, sekarang menjadi penuh tikungan dan batu-batu kecil yang cukup mengganggu. Aku tak mampu memberikan keterbaikan untuk kekasihku. Tetapi, dia selalu memberikan yang terbaik untukku, itu yang kurasakan. “Apakah pantas, jika aku disebut sebagai kekasih?” Pertanyaan yang selalu muncul dalam perasaanku.

Ingin rasanya mewujudkan semua yang menjadi keinginan kekasihku. Tapi, keadaanku yang menghalanginya, keadaanku tak memungkinkan untuk mewujudkan semua keinginannya. Bahkan aku tak mampu memberikan apapun saat dia merayakan ulang tahun. Hanya beberapa bait puisi yang saat itu menjadi kadoku. Hatiku semakin menderita saat kutahu dia menerima kado istimewa dari mantan kekasihnya. Mantan kekasih yang kiranya lebih baik dariku, dalam segalanya. Kado itu seperti terikat pada sebuah anak panah yang selanjutnya melesat dari busurnya dan tepat mengenai urat maluku
Tak kudengar satupun jawaban darinya saat kutanya tentang kado istimewa itu. Hatiku serasa tersayat. Namun, aku bersyukur, semuanya masih dapat kusembunyikan dengan sebuah senyum. Senyum yang sebenarnya cukup sulit untuk dilahirkan, sehingga terasa begitu menyakitkan. Bersama dengan senyumku, mungkin urat maluku telah benar-benar putus.

Baru saja aku sadari, ternyata aku belum cukup siap untuk menjalin suatu hubungan khusus. Resiko pertama yang kuhadapi sebagai ganti atas terjawabnya permohonanku. Mungkin aku seorang pengecut, karena keyakinanku telah gugur hanya sampai di sini. Keyakinan untuk dapat menghadapi semuanya seorang diri. Saran terlambat bermunculan di benakku, “Seharusnya, aku tak memaksakan kehendak.” Air mataku mengucur begitu deras, “Seharusnya permohonanku tak perlu terjawab.” Dengan begini, aku hanya menyusahkan orang lain. Aku hanya menambah beban kekasihku, kekasih yang begitu kusayangi.

Inilah rencana Tuhan, indah pada saatnya. Mungkin, seharusnya terdapat rencana manis di balik tak terjawabnya permohonanku. Tapi keyakinan dan nafsuku telah menggagalkan rencana manis itu. Tuhan lebih tahu tentang apa yang seharusnya kita dapatkan. Semua telah tersusun rapi di sana. Benih kesabaran akan tumbuh menjadi pohon ketabahan yang rindang dan akhirnya berbuah kebahagiaan. Kebahagiaan yang mutlak menjadi hak kita. Kini, aku hanya bisa menjalani semuanya dan berusaha untuk menjadi lebih baik.

Jangan pernah protes atau ngotot hanya demi mendapatkan sesuatu. Betapa indahnya dan betapa perihnya rencana Tuhan, tak pernah terbayangkan oleh kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post your comment here :